“Korupsi dan Impunitas: Luka Lama Bangsa dan Noda Hitam Demokrasi Indonesia”



Dalam konteks negara hukum, prinsip kesetaraan dihadapan hukum atau “Equality before the law” menjadi pondasi utama dalam menjamin suatu keadilan. Begitu juga dengan adagium yang berbunyi “fiat justitia ruat caelum” bahwa sekalipun langit akan runtuh, meskipun dunia akan musnah, keadilan harus tetap ditegakkan.

Salah satu faktor akan ketidakadilan di negara kita Indonesia adalah praktir kotor pemerintah yakni korupsi yang diibaratkan sebagai penyakit kronis yang terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. satu hal yang paling memprihatinkan adalah bagaimana korupsi telah merambah hampir seluruh lapisan pemerintahan. Mulai dari pejabat tinggi negara, kepala daerah, anggota DPR, hingga pejabat di level lokal, semua tampak tak luput dari jeratan kasus korupsi. Ironisnya, banyak dari mereka yang sebelumnya lantang menyuarakan pemberantasan korupsi, namun akhirnya terlibat juga dalam praktik-praktik kotor tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa integritas tidak cukup hanya diucapkan, tetapi harus dibuktikan dengan konsistensi dalam tindakan.

Lebih menyedihkan lagi, korupsi di Indonesia tidak hanya menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar, tetapi juga merampas hak-hak dasar rakyat. Uang yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan kualitas pendidikan, atau memperbaiki layanan kesehatan, justru berakhir di kantong pribadi para koruptor. Dalam banyak kasus, masyarakat kecil menjadi korban langsung dari buruknya tata kelola dan kebijakan publik akibat korupsi. Mereka yang tinggal di daerah terpencil harus menerima jalan rusak, sekolah tanpa fasilitas layak, dan layanan kesehatan yang minim, sementara pejabat publik hidup dalam kemewahan hasil kejahatan.

Kita tahu bahwa seharusnya seorang koruptor harus dihukumn sebagaimana yang sudah tertuang dalam KUHP baru bahwasanya tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 603, 604, 605, dan 606. Pasal 603 mengatur setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan penjara seumur hidup atau paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun.

Namun faktanya yang terjadi sekarang masih banyak ruang-ruang impunitas bagi mereka yang korupsi, Impunitas, yang berarti kejahatan tanpa hukuman, menimbulkan ancaman serius bagi hak asasi manusia. Jika terjadi kejahatan, sesuai dengan kedaulatan hukum maka pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban. Hal ini jelas tertuang dalam Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia, Pasal 8, yang menyatakan: ‘Setiap orang berhak atas pemulihan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.’
Bahkan jika kita kaji lebih dalam, impunitas yang ada dinegara Indonesia memiliki dampak yang sangat signifikan, karna akan menciptakan ketidakadilan sosial serta merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum yang ada di Indonesia. Tak hanya itu, Masyarakat juga akan merasa bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, di mana pelaku kejahatan dari kalangan elit tidak mendapatkan sanksi yang setimpal. Hal ini dapat menurunkan semangat pemberantasan korupsi dan memperburuk citra institusi penegak hukum di mata publik. Oleh karna itu, diperlukan reformasi struktural dan kultural di tubuh institusi penegak hukum, seperti militer, kepolisian, dan kejaksaan. Selain itu, revisi undang-undang yang memperkuat kewenangan lembaga antikorupsi dan memastikan perlindungan terhadap whistleblower atau pelapor tindak pidana juga sangat penting. Serta partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi proses hukum dan mendukung kebijakan antikorupsi juga menjadi kunci dalam menciptakan sistem hukum yang adil dan bebas dari impunitas.
Pemberantasan korupsi dan penghapusan impunitas memerlukan komitmen bersama dari seluruh elemen bangsa. Tanpa adanya upaya serius dan konsisten, impunitas akan terus menjadi penghalang utama dalam mewujudkan Indonesia yang bersih dan berkeadilan. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa terutama mahasiswa yang selalu berkecimpung dengan hukum harus senantiasa menumbuhkan budaya anti korupsi dengan menanamkan nilai-nilai integritas dan kejujuran supaya benar-benar menjadi agen perubahan yang senantiasa memperngaruhi masyarakat luas. 




Penulis: Siti Masyitoh Amaliya A.

Komentar