PILKADA DARURAT KEMASLAHATAN

Pemilihan Daerah (Pilkada) menjadi salah satu ajang kontestasi pemilihan yang menjadi topik perbincangan hangat akhir-akhir ini. Isu-isu terbaru pilkada mulai bermunculan di berbagai media pemberitaan baik cetak maupun online. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menjadi patokan dalam penyelenggaraan pilkada yang akan yang dilaksanakan secara serentak di wilayah masing-masing. Pesta demokrasi selalu menarik untuk dibahas karena di dalamnya terdapat suatu sistematika politik yang "indah" yang perlu kita cermati dan pahami, agar tidak menimbulkan polemik dan perpecahan. Mengingat dalam hal pemilihan, masyarakat kita pasti berbeda memiliki pilihannya masing-masing. Oleh karenanya, pilkada damai muali disuarakan oleh banyak pihak akhir-akhir ini. 

Pilkada digelar sejatinya untuk memilih calon pemimpin yang berkualitas dan berintegritas. Yang mampu mengembangkan potensi daerah dan mencapai kesejahteraan. Oleh karenanya, orang-orang yang merasa mampu dalam hal itu berbondong-bondong maju mencalonkan diri melalui "perahu" atau partai politiknya masing-masing. Ha ini yang menjadi cikal bakal perselisihan antar masyarakat pemilih. 

Menurut hemat penulis, hal yang pertama kali perlu dilakukan adalah pada masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus mampu membaca situasi dan sistematika politik, bersaing boleh tapi anarkis jangan. Melihat keadaan di masyarakat, sering kali masyarakat yang berbeda pilihan cenderung terlibat konflik, hal yang seharusnya tidak lagi terjadi di zaman sekarang. 

Poin penting dalam personal ini menekankan bahwa pilkada digelar untuk kemaslahatan bukan untuk permusuhan. Pilkada harus digunakan sebagai ajang seleksi yang selektif. Masalah genting dalam pemilihan yang terjadi sekarang, masyarakat darurat akan keputusannya dalam memilih. Pemilihan berdasarkan nominal lebih banyak diterapkan daripada pemilihan yang rasional. Bagi para calon yang maju harus mencegah adanya konflik, selain itu juga harus pandai mengatur strategi politik yang baik. Misal, kampanye yang damai tanpa senggol sana sini dan juga strategi melalui media yang tidak menimbulkan polemik. Mengingat digitalisasi era saat ini begitu pesat, sehingga seringkali kita terkecoh oleh berita berita hoax yang tersebar.  

Sederhananya dari pembahasan di atas ialah bagaimana kita mampu mengolah paradigma kita melihat gelaran pilkada ini. Kita boleh mendukung asal jangan fanatik yang berakibat pada munculnya konflik. Setiap calon yang maju pastilah orang yang berpengetahuan, maka tinggal kita menganalisa kemampuan yang dimilikinya. Apakah calon-calon tersebut sudah mampu atau tidak dalam membangun daerah serta memberikan solusi di daerah tersebut.


Penulis: Rico Budi Santoso (Mahasiswa HTN Angkatan 2021)


___________________________


Ayo menulis bersama di Peta Karya Blog resmi Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara (HMPS HTN).
Kami tunggu tulisan kalian mahasiswa ideologis Hukum Tata Negara 

*Simak informasi penting kami!!!

Komentar